AI untuk Menghadapi Bencana dan Ketahanan Pangan: Innovatori Lokal Bangun Masa Depan Melawan Krisis Klima di Indonesia

Bojong.my.id - Microsoft menggarisbawahi masalah iklim yang saat ini menjadi fenomena global dan dirasakan oleh beberapa daerah di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia. Menurut data dari Bank Dunia, Indonesia berada dalam tiga posisi teratas sebagai negara dengan ancaman iklim paling tinggi secara global.
Kejadian iklim ekstrim kerap kali menjadi penyebab terjadinya bencana alam semacam longsoran tanah dan membayangi industri perternakan yang berkontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional di atas 12%.
Karena itu, kecerdasan buatan (AI) saat ini telah menjadi teknologi penting untuk mendukung usaha keberlanjutan di banyak bidang. Mulai dari meramal iklim ekstrim, menggunakan sumber daya alam dengan bijak, sampai mempercepat pengembangan bahan yang lebih ramah lingkungan.
AI sendiri bisa membantu menciptakan solusi yang lebih baik dalam menghadapi krisis ini. Bahkan, keberadaan talenta yang fasih dengan AI sangat penting agar Indonesia bisa memaksimalkan penggunaan teknologi untuk meningkatkan resiliensi bangsa pada perubahan iklim.
AI National Skills Director di Microsoft Indonesia, Arief Suseno, menyebut bahwa teknologi kecerdasan buatan tidak hanya menciptakan kesempatan kerja baru, tetapi juga merombak metode manusia dalam melakukan pekerjaan serta berkreasi. Meskipun demikian, manfaat dari AI akan terwujud secara optimal apabila masyarakat telah memegang kemampuan yang sesuai guna menggunakan teknologinya dengan baik.
"Karenanya, lewat elevAIte Indonesia, kami bertujuan untuk memastikan bahwa semua orang, tak peduli latar belakangnya, bisa mendapatkan akses ke kemampuan dasar tentang AI guna menciptakan solusi yang berkelanjutan serta menyelesaikan masalah-masalah aktual di lingkungan sekitar kita, termasuk krisis iklim sampai dengan ketahanan makanan," ungkap Arief pada pernyataannya, Rabu (30/4).
"Sebagai wujud dari komitmen kami terhadap pembangunan berkelanjutan serta memberikan manfaat kepada masyarakat, elevAIte Indonesia pun bakal menyelenggarakan hackathon tingkat nasional. Acara ini bertujuan untuk menemukan solusi atas permasalahan-permasalahan di tanah air, sambil tetap fokus pada pencapaian Target Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs)," tambahnya.
Di Indonesia, ada dua tim yang ambil bagian dalam program elevAIte Indonesia guna memperlihatkan cara penerapan keahlian AI dapat membantu mendukung ketahanan iklim serta keselamatan lingkungan dengan lebih baik.
Pertama ada tim riset dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menciptakan proyek G-Connect, yaitu sebuah kecerdasan buatan terapan dalam bidang mitigasi bencana.
Cara kerjanya yakni dengan memasang lebih dari 30 sensor tanah pada titik-titik rawan longsor, data pergerakan tanah dikirim melalui jaringan solar-powered ke platform cloud Microsoft Azure.
Data tersebut kemudian dipersembahkan secara mudah menggunakan Power BI dan dipajang di balai desa, masjid, pusat kegiatan masyarakat, serta Sekolah Dasar.
Bukan hanya itu saja, tetapi masyarakat pun diberikan pelajaran tentang bagaimana menginterpretasikan gerakan tanah pada panel tersebut agar bisa mengetahui apakah situasi sedang aman atau justru memberi indikator adanya ancaman.
"Jika diagramnya tetap stabil, artinya lahan tersebut aman. Namun jika pola mulai bergeser, ini menandakan adanya aktivitas. Sekarang warga dapat menginterpretasikan hal tersebut dengan mudah," ungkap Mardhani Riasetiawan, yang merupakan Dosen Pemandu Utama pada Jurusan Ilmu Komputer dan Elektronika Fakultas Matematika dan IPA Universitas Gadjah Mada serta Penanggung Jawab Proyek G-Connect.
Kedua, Ester Rosdiana Sinaga, seorang peneliti dan mahasiswi dalam program studi magister Hortikultura dan Agronomi, menciptakan AI untuk meningkatkan ketahanan pangan.
Selama tahapannya, kecerdasan buatan tersebut berfungsi sebagai asisten ko-pilot dalam menangani masalah teknikal, meningkatkan efisiensi analisis, serta mendukung pembuatan representasi visual terkait ketahanan pangan.
Pada awalnya, Ester menyadari bahwa kecerdasan buatan memiliki peluang besar dalam bidang pertanian di Indonesia, mulai dari penggunaan sensor tanah dan drone pemantauan, hingga prediksi iklim dan deteksi penyakit tumbuhan melalui aplikasi. Baginya, hadirnya teknologi tersebut dapat meningkatkan efisiensi para petani dengan mengirit waktu, biaya, serta sumber daya yang sebelumnya terbuang akibat diagnosa keliru ataupun praktik bertanam konvensional.
"Jika di tempat ini (Amerika Serikat), para petani dapat memotret tanamannya lalu segera mengetahui penyakitnya beserta solusinya melalui sebuah aplikasi. Coba bayangkan jika hal tersebut ada di Indonesia. Berapakah jumlah pupuk dan pestisida yang bisa dikurangi, serta memberikan kepastian hasil panen yang lebih baik bagi para petani," jelasnya.
dia menginginkan agar temuannya ini dapat dikembalikan ke indonesia dan disesuaikan dengan kondisi setempat bagi para petani setempat. tujuan utamanya adalah mendorong semakin banyak pemuda dan wanita terlibat dalam industri pertanian. apalagi, pertanian di masa mendatang membutuhkan gabungan dari pengetahuan, teknologi, serta partisipasi sosial.
Posting Komentar