ZMedia Purwodadi

Dosen IPB Bahas Penyebab Utama Peningkatan Suhu Permukaan Bumi

Daftar Isi

Bojong.my.id , Jakarta - Perubahan peningkatan temperatur lapisan atas planet bumi Dalam beberapa tahun belakangan ini, termasuk sepanjang tahun 2024, bukan hanya dipicu oleh elemen alami saja. Ahli Meterologi Tropis mengungkapkannya. IPB University , Rahmat Hidayat, mengatakan bahwa pemanasan permukaan bumi saat ini merupakan kontribusi dari faktor antropogenik (aktivitas manusia) dan faktor alami pemanasan permukaan laut seperti El Nino .

"Apabila membahas mengenai peningkatan temperatur permukaan, tentu tak terlepas dari beberapa penyebab, di antaranya yaitu fenomena El Nino," ungkap Rahmat lewat pernyataan tertulis pada hari Kamis, 24 April 2025.

Meski demikian, dia menyatakan bahwa El Niño tidak sepenuhnya menjadi faktor utama dalam pemanasan global. "Penyebab signifikan lainnya adalah emisi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida hasil dari berbagai aktifitas manusia. Gas-gas tersebut memiliki sifat sebagai perangkap panas dan mencegah radiasi panas Bumi terlepaskan ke atmosfer," jelasnya.

Faktor-faktor antropogenik, misalnya pembakaran bahan bakar fosil serta penggundulan hutan, memainkan peranan penting dalam kenaikan temperatur permukaan Bumi. Sebaliknya, kejadian seperti El Niño, yang dikenali dengan bertambahnya suhu air laut di Laut Pasifik, ikut mendorong pertambahan temperatur tersebut.

“Kombinasi antara emisi gas rumah kaca dan anomali pemanasan laut akibat El Nino inilah yang mempercepat peningkatan suhu permukaan bumi,” ujarnya.

Rahmat selaku Ketua Bagian Meteorologi dan Polusi Udara di departemen Geofisika dan Meterologi, Fakultas Matematika serta Ilmu-Ilmu Perhitungan IPB University, menguraikan pengaruh dari fenomena El Nino dan La Nina terhadap kejadian iklim ekstrem.

Dia menjelaskan bahwa fenomena El Niño biasanya memperburuk kemarau di beberapa daerah Indonesia lantaran massa udara lembap naik dan bergeser ke area lainnya, sedangkan La Niña bisa menimbulkan hujan ekstrem.

"El Niño menghasilkan anomali negatif dalam pola curah hujan, memburuk kondisi kemarau, dan dapat meningkatkan luasan kebakaran hutan. Di samping itu, La Niña justru mungkin menimbulkan banjir atau genangan air di area persawahan akibat intensitas hujan yang sangat tinggi," paparnya.

Mengenai banjir yang baru-baru ini menghantam berbagai wilayah, termasuk Puncak Bogor sampai Bekasi, Rahmat menyimpulkan bahwa fenomena tersebut mungkin dipicu oleh intensitas hujan yang kuat. Namun, situasi ini dapat menjadi lebih parah akibat pengelolaan tanah yang tidak baik serta penutupan lahan yang kurang tepat.

"Terkadang intensitas hujannya tak begitu ekstrim, namun lapisan tanah kehilangan kemampuan untuk menyerap air karena adanya perubahan dalam pemanfaatan lahan. Banyak area penyerapan alami sudah berubah fungsinya jadi wilayah bisnis atau tempat tinggal," ungkapnya.

Terkait upaya mengurangi dampak perubahan iklim secara global, Rahmat menyebutkan dua pendekatan utama, yakni adaptasi dan mitigasi. “Adaptasi contohnya seperti membangun tanggul atau membangun rumah lebih tinggi untuk menghindari banjir. Sementara mitigasi bisa dilakukan dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, beralih ke energi terbarukan, serta membatasi deforestasi dan emisi industri,” katanya.

Ia juga menekankan bahwa pengendalian emisi tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga komunitas, lembaga, dan bahkan individu. “Setiap aksi kecil, jika dilakukan bersama, bisa berdampak besar bagi bumi,” ucapnya.

Posting Komentar