Pengusaha Mendorong Ubah Aturan, Batam Khawatirkan Keberadaan Investasi

Bojong.my.id, BATAM – Kalangan pengusaha Kawasan Industri di Batam mendorong pemerintah pusat untuk cepat merevisi sekurangnya dua regulasi yang dinilai memperlambat aliran investasi. investasi dan perizinan di Batam.
Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Batam-Karimun Adhy Prasetyo Wibowo menyebut adanya perubahan dalam dua hal tersebut. peraturan pemerintah Hal itu dipercaya bisa menguatkan kompetitivitas sektor industri, terutama di Batam.
"Dua peraturannya adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 5/2021 mengenai Pengelolaan Izin Usaha Berdasarkan Risiko serta PP No. 41/2021 terkait dengan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB)," ungkapnya saat berada di Batam pada hari Rabu, tanggal 28 Mei 2027.
Adhy menyebutkan bahwa usulan itu timbul sebagai tanggapan terhadap hambatan struktural di dalam proses perizinan dan pengaturan KPBPB, yang diyakini masih kurang efisien untuk memacu aliran investasi serta pertumbuhan industri.
"Perubahan kedua kali pada regulasi ini amat penting guna meningkatkan kompetitivitas sektor industri dan mendorong percepatan implementasi investasi, terutama di Batam," ungkapnya.
Menurut Adhy, implementasi kedua PP tersebut masih menghadirkan kendala signifikan di lapangan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah sistem perizinan terpusat melalui Online Single Submission (OSS) berbasis risiko yang belum mengakomodasi karakteristik khusus KPBPB seperti Batam.
Sebagai area(KPBPB), kata Adhy lagi, Batam mengharuskan aturan regulasi yang berlainan. Akan tetapi sampai sekarang, BP Batam selaku administrator zona tersebut masih belum punya wewenang sepenuhnya untuk mencetak sertifikat standar atau melaksanakan pengecekan teknikal izin lingkungan.
Salah satu konsekuensi yang terlihat di lapangan adalah beberapa area industri di Batam mengalami kendala signifikan saat melamar penyesuaian pada studi analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) serta ketika memohon keluarnya izin operasional.
Ketergantungan terhadap pemerintah nasional menghambat kecepatan proses yang akhirnya mencegah perluasan bisnis serta pengembangan sarana prasarana industri.
"Ini menghasilkan ketidakstabilan untuk para investor dan meredupkannya posisi kompetitif Batam sebagai tujuan investasi di kawasan setempat," jelasnya.
HKI, masih kata Adhy, mendorong agar kewenangan perizinan, seperti amdal untuk penanaman modal asing (PMA), serta kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR) darat dan laut, wewenangnya dapat dialihkan dari pusat ke BP Batam.
Pencabutan wewenang pengendalian izin strategis kepada departemen dan institusi di level nasional justru memecah keunikan Batam sebagaimana yang ditetapkan untuk KPBPB. Ketidakseimbangan ini bisa membentuk rintangan besar terkait kemampuan bersaing Batam saat menghadapi persaingan regional di wilayah ASEAN.
"Jika reformasi regulasi tidak dilakukan, Batam mungkin kehilangan peluang untuk bersaing di tingkat regional. Vietnam, Malaysia, dan Thailand sudah maju dengan pendekatan izin yang lebih terdesentralisasi, membantu meningkatkan efisiensi serta jaminan hukum. Indonesia harus menjaga agar tak ketinggalan," ungkapnya.
Di samping itu, selain mempermudah proses perijinan, Adhy juga menekankan pentingnya penyesuaian aturan sesuai dengan ciri khusus setiap wilayah. Ia menganggap bahwa sangat diperlukan kejelasan dalam pembagian wewenang serta pastinya sistem OSS digital ini harus mencakup semua sektor dan dapat disesuaikan dengan ragam tipe zona industri yang ada.
"Potensi Batam sebagai sentra industri dan logistik di tingkat nasional belum bisa tercapai sepenuhnya tanpa adanya peraturan yang adaptif. Mengingat letak geografisnya yang menguntungkan, sarana prasarana yang memadai, serta sumber daya manusia dalam bidang industri, Batam berpotensi besar untuk menjadi motor penting bagi perkembangan ekonomi negara tersebut," jelasnya.
Perubahan dalam PP 5/2021 serta PP 41/2021 adalah penting bagi peningkatan kompetitivitas Batam hingga taraf yang lebih baik. Hal ini disebabkan oleh mayoritas pengusaha yang berada di Batam cenderung mematuhi peraturan yang ada.
"Kesiapan mereka untuk mematuhi aturan yang ada asalkan prosedur perizinannya—khususnya izin utama yang diperlukan bagi keberlangsungan operasi—bisa dijalankan dengan cepat dan disederhanakan," ungkap Adhy.
Kepala BP Batam Amsakar Achmad sempat menyampaikan bahwa mereka sedang mendorong penyerahan berbagai izin pusat kepada daerah.
"Ikhtiar layanan kami di level nasional dapat dipindahkan ke Batam, termasuk izin AMDAL untuk PMA," ujarnya.
Lisensi tambahan yang menjadi perhatian Amsakar adalah Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL), izin yang sebelumnya dikelola oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Dia yakin tujuan itu dapat tercapai berkat adanya Peraturan Presiden (Perpres) No. 21/2025 mengenai Persiapan Tanah untuk Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam.
Menurut Amsakar, pemerintah pusat telah menyatakan janji dukungan terhadap perkembangan investasi di Batam melalui peraturan tersebut.
Saya jelaskan, telah dikeluarkan Perpres nomor 21 tahun 2025. Kebijakan ini mencerminkan dukungan penuh dari pemerintahan pusat untuk layanan yang lebih baik di wilayah-wilayah setempat. Penyekaian hutan di Batam tidak memerlukan persetujuan provinsi,” jelasnya.
Dengan adanya regulasi itu, diharapkan akan memunculkan semangat baru untuk Kota Batam. Menurut Amsakar, hal ini tidak hanya berpengaruh besar pada pengelolaan area hutan tetapi juga ikut membantu meningkatkan daya tarik investasi di Batam.
Sebelum aturan terbaru dirilis, aplikasi untuk mendapatkan izin penghapusan area hutan di Batam dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) hanya dapat diajukan oleh menteri atau kepala instansi, pejabat eselon I kementerian, gubernur, bupati/walikota, badan otoritas, pemimpin badan hukum individu, ataupun komunitas setempat.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No. 7/2021 mendukung hal itu. Menurut Amsakar, kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, dalam peraturan presiden terbaru ini, Kepala BP Batam juga berhak mengajukan permohonan untuk melepaskan area hutan dari Kawasan Penyangga Bandara Polonia Beroperasi (KPBPB) Batam kepada Departemen LHK. Selain menteri, gubernur, dan pegawai senior departemen lainnya pun memiliki hak serupa.
"Di sisi lain, sesuai dengan peraturan sebelumnya, mereka sudah tidak dapat melanjutkan. Mereka wajib mengajukan permohonan melalui BP Batam," paparnya.
Menurut data yang disediakan oleh BPS Batam, distribusi pendapatan domestik regional bruto (PDRB) berdasarkan bidang usaha di kota Batam untuk tahun 2024, sektor industri pengolahan menyumbangkan angka 56,83% dan ini merupakan pertambahan dibandingkan dengan nilai tahun lalu yaitu 56,38%.
Dari segi pendapatan pajak, sektor manufaktur memberikan sumbangan terbesarnya. Menurut data dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Kepulauan Riau (Kepri), capaianannya mencapai Rp 2,59 triliun.
Kontribusi sektor manufaktur dalam hal pendapatan pajak di Kepri mencapai 59,2% dari jumlah keseluruhan yang bernilai Rp 4,38 triliun, sementara tingkat pertumbuhannya adalah 19,33% per tahunnya.
Posting Komentar