ZMedia Purwodadi

SR022 Lesu! Ahli Ungkap Alasannya Minat Investor Rendah

Daftar Isi

Bojong.my.id.CO.ID – JAKARTA . Surat Berharga Negara (SBN) ritel edisi terkini SR022 menemui berbagai hambatan pada tahap permulaan peluncurannya.

Penawaran SR022 telah berlangsung selama dua minggu penuh sejak diluncurkannya tanggal 16 Mei kemarin. Selama jangka waktu tersebut, para mitra distribusi Bibit melaporkan bahwa tingkat penjualan SR022 sudah menyentuh angka 24% dari total quota yang ditetapkan sebesar Rp 20 triliun.

Berikut rincian penjualannya: tenor 3 tahun (SR022T3) telah terjual sebesar Rp 3,9 triliun, sementara tenor 5 tahun (SR022T5) mencapaiRp 947 miliar hingga tanggal 29 Mei pada pukul 12.49 WIB.

Apabila dibandingkan, seri obligasi negara sebelumnya yaitu ST014 memiliki laju penjualan yang lebih pesat. Dalam waktu seminggu saja, ST014 sudah mencapai penjualan senilai Rp 5,7 triliun untuk jangka waktu 2 tahun serta Rp 1,33 triliun untuk periode 4 tahun.

Fixed Income Analyst PEFINDO, Ahmad Nasrudin menyebut penjualan SR022 yang cenderung lebih lambat disebabkan oleh setidaknya dua hal.

Pertama, berkaitan dengan yield atau hasil yang ditawarkan oleh surat berharga tersebut. Perlu diketahui bahwa SR022 memberikan kupon tetap yaitu sebesar 6,45% untuk jangka waktu 3 tahun serta 6,55% untuk periode 5 tahun.

Nah, Ahmad bilang pada 16 Mei lalu, ketika SR022 pertama kali ditawarkan, yield wajar pasar berada di level 6,442% untuk tenor 3 tahun dan 6,587% untuk tenor 5 tahun. Jika dibandingkan, yield yang ditawarkan SR022 tak beda jauh dengan produk investasi lain.

"Secara perbandingan, tak ada alasannya cukup kuat untuk berpindah. Itulah sebabnya minat investor menurun dalam pembelian SR022," terang Ahmad kepada Bojong.my.id, Rabu (28/5).

Kedua, mengenai perlambatan di pasar saham. Menurut Ahmad, pertumbuhan indeksharga saham gabungan (IHSG) juga memperbesar peluang penggantian produk SR022. "Para investor ritel di Indonesia sangat lincah dan paham tentang pasar saham sehingga mereka dapat mencari alternatif." return ,” katanya.

Ahmad menduga bahwa investor ritel sedang merasakan euforia di pasar saham. Tentunya hal itu wajar karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah cenderung naik selama bulan terakhir dan bahkan sempat mencapai puncak hingga 7.200 bps. Meski baru-baru ini ada penurunan yang pelan-pelan menjadi sekitar 6.900 bps.

Meskipun demikian, Ahmad mengira situasi bakal cepat membaik. Hal ini disebabkan oleh penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), serta pengurangan tingkat suku bunga acuan yang dilakukan Bank Indonesia (Suku Bunga BI). Kedua faktor tersebut ikut menyebabkan rendahnya hasil obligasi di pasaran, yaitu mencapai 6,341% untuk jangka waktu tiga tahun dan 6,437% untuk periode lima tahun.

"Lebih rendah dari seri SR022. Bila pola ini tetap berlangsung, dapat diprediksi bahwa akan ada peningkatan serapan di masa mendatang," jelas Ahmad.

Posting Komentar