Tantangan Lahan Menjadi Penghambat Menuju Swasembada Pangan di Indonesia

Bojong.my.id , JAKARTA — Perselisihan mengenai tanah merupakan salah satu hambatan yang dihadapi oleh Indonesia guna meraih tujuannya. swasembada pangan .
Pakar Agraria dari Centre for Indonesian Policy Studies (CIPS) Eliza Mardian menyebut bahwa ada elemen penting yang belum mendapat perhatian cukup dari pihak berwenang, yaitu soal pemecahan kesenjangan struktural di dalam dinamika produksi pertanian.
Sebaliknya, menurut Eliza, kemandirian pangan dalam masa jabatan Presiden Prabowo Subianto merupakan prioritas. Berbagai keputusan telah dikeluarkan oleh pemerintah termasuk perubahan struktural pada lembaga yang membidangi masalah makanan, pembaruan fasilitas irigasi, pergantian generasi petani baru, penelitian serta pengembangan teknologi pertanian, peningkatan staf tenaga penyuluh, jaminan hak milik atas tanah, sampai dengan sinkronisasinya proses mulai dari awal hingga akhir produksi.
Menurut dia, program reforma agraria seharusnya tidak hanya mencakup legitimasi hak atas tanah milik para petani saja, tetapi juga perlu ada pembagian ulang untuk mendukung petani dengan lahan terbatas serta mereka yang sama sekali tidak memiliki tanah.
Eliza menyatakan bahwa keberhasilan reforma agraria perlu di dukung oleh serangkaian program yang lengkap, yaitu melalui pemberian jaminan harga, akses pasar, pinjaman, fasilitas produksi, teknologi, serta pendidikan dan pelatihan.
“Sudah petani kita lahannya sempit-sempit, diperparah dengan konflik lahan. Akar konflik lahan terletak pada persoalan struktural yang kompleks. Tumpang tindih klaim kepemilikan akibat sistem administrasi pertanahan yang belum tuntas,” kata Eliza kepada Bisnis , Selasa (27/5/2025).
Selanjutnya, Eliza menyoroti ketidakseragaman antara hukum nasional dengan hukum adat serta masalah pengambilalihan tanah di Indonesia, yang menjadi hal penting karena melibatkan pembelian lahan dalam jumlah besar oleh korporasi maupun individu investar.
Keadaan ini umumnya memberi kerugian pada masyarakat setempat serta sekitar mereka. Umumnya hal ini juga berdampak negatif pada petani. trade off "dengan kegiatan perkebunan, pertambangan, pembangunan infrastruktur, serta hal-hal lainnya," jelasnya.
Selain faktor lahan, persoalan terkait inovasi teknologi juga belum sepenuhnya digunakan oleh para petani, sehingga menyebabkan produktivitas pangan Indonesia tidak optimal.
Salah satu hambatan untuk mencapai kemandirian pangan adalah dampak perubahan iklim. Karena hal tersebut dapat menyebabkan penurunan hasil panen dan biaya distribusi yang naik sehingga prosesnya jadi lebih rumit dan mahal.
"Kesejahteraan para petani semakin terkikiskan akibat perubahan iklim. Keterbukaan akan risiko yang belum dipersiapkan atau dikurangi bisa mengakibatkan penurunan penghasilan serta hilangnya harta benda mereka," katanya.
Lebih lanjut, Eliza menambahkan pengairan alias irigasi merupakan kunci agar tanaman bisa tumbuh optimal. Di sisi lain, sambung dia, saat ini mayoritas irigasi rusak berat akibat kurang terurus, pendangkalan, atau bahkan tersumbat akibat pembangunan infrastuktur maupun perumahan.
“Jika ingin swasembada, tetapi masih mengabaikan aspek ketimpangan struktur relasi produksi dan aspek keberlanjutan, lagi-lagi akan mengulang kegagalan yang sama kaya zaman Orba,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Eliza meyakini bahwa Indonesia harus memperkuat kemampuannya sendiri dalam hal produksi lokal guna meningkatkan ketahanan pangan nasional. Selain itu, kolaborasi internasional sangat diperlukan agar dapat merespons hambatan-hambatan tersebut dengan lebih baik serta bertukar informasi dan ilmu pengetahuan terkait.
Posting Komentar